Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah yang dinanti oleh seluruh umat Islam. Di bulan ini, masjid-masjid dipenuhi oleh jamaah yang melaksanakan shalat Tarawih. Bahkan mereka yang di bulan-bulan lain jarang ke masjid, berbondong-bondong datang untuk ikut serta dalam ibadah yang hanya ada di bulan suci ini.
Pemandangan di setiap shaf shalat sangat beragam. Berbagai macam pakaian muslim dikenakan oleh jamaah Tarawih, dari yang sederhana hingga yang mewah, dari yang rapi hingga yang seadanya. Semua bersatu dalam barisan untuk menghadap Allah, berharap mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
Di awal Ramadhan, semangat para jamaah begitu membara. Dari hari pertama hingga hari ke-10, masjid masih penuh sesak oleh jamaah yang istiqomah. Namun, sebagaimana sudah menjadi rahasia umum, memasuki hari ke-16 atau mendekati akhir Ramadhan, jumlah jamaah mulai menyusut. Satu per satu "berguguran", hingga akhirnya hanya menyisakan beberapa shaf saja yang tetap bertahan hingga malam-malam terakhir Ramadhan.
Suatu malam, Pak Wibowo yang selalu berusaha shalat di shaf pertama terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ia hanya mendapat tempat di shaf ketiga. Malam itu, karena ada kegiatan yang menyita waktunya hingga menjelang Isya', ia datang agak terlambat ke masjid. Barangkali, ini adalah cara Allah untuk menguji kekhusyukan shalatnya.
Ketika shalat dimulai, Pak Wibowo mulai membaca niat dan takbir dengan penuh kekhusyukan. Namun, ujian itu datang dalam bentuk yang tak disangka. Tepat di depannya, ada seorang jamaah yang mengenakan kaos dengan tulisan mencolok di punggungnya. Tulisan itu berbunyi "BANGSAT", lebih lengkapnya "BANGSAT" basmi dengan bayg--n. Setiap kali bangun dari ruku’ atau sujud, mata Pak Wibowo secara otomatis membaca kata itu. Astaghfirullah!
Seketika hatinya gundah. Ia berusaha fokus, menghindari membaca tulisan itu, tetapi matanya tetap saja menangkap huruf-huruf yang begitu jelas di hadapannya. Ia beristighfar dalam hati, mencoba melawan distraksi yang mengganggu kekhusyukan shalatnya. Namun, tetap saja setiap kali ia bangkit dari sujud, kata itu terbaca dengan sangat jelas. Betapa berat ujian malam itu bagi Pak Wibowo.
Seusai shalat, ia termenung. Dalam hatinya ia bertanya, "Ya Allah, Kau terimakah shalatku? Apakah kekhusyukan shalatku ternodai oleh tulisan yang tak sengaja terbaca berulang kali? Apakah ini termasuk lalai dalam shalat?" Hatinya semakin gelisah.
Pak Wibowo pun akhirnya berdoa, memohon ampun kepada Allah dan berharap agar ibadahnya diterima meski dalam keadaan yang sulit. Ia juga merenungkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali ujian yang menguji kekhusyukan seseorang dalam beribadah. Kejadian ini menjadi pelajaran bagi dirinya untuk selalu berusaha menjaga hati dan pikiran tetap terfokus pada Allah, apa pun yang terjadi.
Bulan Ramadhan memang penuh dengan ujian. Namun, mereka yang mampu bertahan dan tetap istiqomah dalam ibadahnya akan merasakan keberkahan yang luar biasa. Semoga kita semua termasuk hamba yang mampu menjaga kekhusyukan shalat hingga akhir hayat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar